Sejarah SMA Bintang Timur 1 Balige
SEJARAH SMA BINTANG TIMUR BALIGE
SMA Bintang Timur Balige, atau kita kenal dengan SMA BTB, berdiri tanggal 01 Agustus 1956 oleh Frater – frater CMM.Latar belakang pendirian sekolah ini adalah, hadirnya komunitas frater CMM di Balige, yang pertama sekali di motori oleh 2 orang frater yang berkebangsaan Belanda, yaitu Fr. Rudolf, CMM dan Fr. Cyprianus, CMM dengan misi PENDIDIKAN . Komunitas Frater CMM di Balige berdiri tanggal 31 Agustus 1950, dengan pelindung St. Perawan Maria dari Fatima.Sebagai komunitas Religius yang mempunyai misi Pendidikan, CMM di Balige pertama sekali mendirikan Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) pada tanggal 01 September 1950, yang diberi nama SMP Katolik Budi Dharma Balige dengan 3 orang tenaga pendidik pertama yaitu Fr. Rudolf, CMM, Fr. Cyprianus, CMM dan seorang bapak yaitu Bp. Ferdinandus Sipahutar.
Tenaga Frater CMM bertambah sehingga pendidikan sebagai misi pun dikembangkan sehingga pada tahun 1953, Frater CMM membuka SGA Katolik St. Franciskus Balige dengan tujuan untuk menampung lulusan dari SMP Budi Dharma. Lulusan SMP Budi Dharma tidak banyak yang melanjutkan pendidikannya ke SGA, maka untuk menampung keadaan frater CMM mendirikan SMA BTB ini, dengan kepala sekolah yang pertama adalah Fr. Albertinus Smith, CMM, seorang ahli ilmu pasti.
Jumlah siswa angkatan pertama yang diterima adalah 29 orang siswa, yang semuanya terdiri dari laki – laki.Guru – guru angkatan pertama sampai tahun 1959 di SMA BTB adalah Fr. Albertinus Smith, merangkap sebagai kepala sekolah, FR. Wolfred Van Berkel, CMM, Fr. Gervasius, CMM, Fr. David Fleerakkers, CMM, Fr. Venardus, CMM, Bp. A. Marodji, Sukabar, Sutarjo, D. Pardede, C. Pasaribu, Pastor G. A Krol OFM Cap., Bp. K. C Saragi, dan Bp. F.X Soejoedono.Siswa pengikut ujian akhir yang pertama terdiri dari 19 orang siswa, dan yang lulus adalah 9 orang siswa.Dalam perjalanan waktu untuk lebih mengefektifkan pengelolaan sekolah katolik, sesuai dengan ketentuan pemerintah maka tanggal 11 November 1957, dibentuk satu yayasan oleh Keuskupan untuk mengayomi beberapa sekolah katolik di Kabupaten Tapanuli Utara saat itu.
Yayasan tersebut diberi nama YAYASAN PERGURUAN KATOLIK ABDI RAKYAT BALIGE, yang berpusat di Balige.Sekolah yang dikelola Yayasan Perguruan Katolik Abdi Rajyat Balige adalah SMA Bintang Timur Balige, SMP Budi Dharma Balige, SD Fransisco Balige, SD St. Paulus Onan Runggu, SMP Bakti Mulia Onan Runggu, SD Bintang Kejora Lintong Nihuta, SMP St. Yoseph Lintong Nihuta, SD St. Maria Pakkat, SMP St. Maria Pakkat, dan SMA St. Maria Pakkat.Dengan adanya kebijakan baru dari pemerintah bahwa semua sekolah lanjutan yang bersifat keguruan ditutup pada tahun 1990. Maka SPG Katolik yang sejak pendiriannya dikenal dengan nama SGA oleh pengurus yayasan dialihkan menjadi SMA yang diberi nama SMA Bintang Timur 2 Balige, dan SMA BTB yang pertama diberi nama SMA Bintang Timur 1 Balige.
Sehingga sempat ada 2 SMA BTBBegitulah selama 12 tahun, 2 SMA Bintang Timur berjalan berdampingan dengan jumlah siswa yang cukup banyak , SMA BTB 1, mengelola 15 ruang kelas, dengan 5 kelas paralel dan ASMA BTB 2 mengelola 9 ruangan kelas dengan 3 jelas paralel ]Semua personil baik Kepala Sekolah maupun guru dan pegawai dari SPGberalih menjadi guru dan pegawai untuk SMA BTB2.Terhitung mulai tanggal 1 Agustus 1998, Keuskupan Agung Medan mengadakan penggabungan yayasan – yayasan Katoli, sehingga yayasan Perguruan Katolik Abdi Rakyat Balige bergabung dengan yayasan dibawah naungan Yayasan St. Yoseph Medan.
Dalam perjalanan selanjutnya, yayasan St. Yoseph membuat kebijakan baru, yakni menggabungkan ke dua SMA BTB, BTB 1 dan BTB 2, yang dimulai dari kelas 1.Pada saat itu, sejak tahun pelajaran 2002/2003, yang menerima siswa baru dengan junlah kelas paralel 8 kelas. Maka pada tahun pelajaran 2004/2005, SMA BTB menamatkan siswa yang pertama setelah bergabung kembali, dan pada tahun itu SMA BTB berjumlah 24 ruang belajar dengan 8 kelas paralel.Mengingat pentingnya, peningkatan mutu maka sekolah memikirkan kembali bagaimana cara yang bias siupayakan untuk peningkatan mutu sejalan dengan tuntutan kurikulum dan bercermin pada sekolah – sekolah lain yang dianggap lebih amju.
Dilihat dari segi kwantitas, SMA BTB cukup tapidari segi kulitas kami sangat menyadari bahwa sudah semakin menurun, maka untuk pembenahan kembali dalam penerimaan siswa baru, yayasan dan unit SMA BTB sepakat untuk mengurangi jumlah siswa yang masuk bukan lagi 8 tetapi 7 kelas paralel, sehingga ruangan kelas yang tersisa bias dipakai untuk pembenahan mutu secara bertahap. Tahun pertama pengurangan jumlah siswa, ruangan yang kosong difungsikan menjadi Lab. Komputer begitu untuk tahun berikutnya selalu dipikirkan untuk mengisi ruangan kelas yang kosong untuk mengisi sarana pendidikan yang dianggap relevan untuk pengembangan mutu.
SMA Bintang Timur Balige, atau kita kenal dengan SMA BTB, berdiri tanggal 01 Agustus 1956 oleh Frater – frater CMM.Latar belakang pendirian sekolah ini adalah, hadirnya komunitas frater CMM di Balige, yang pertama sekali di motori oleh 2 orang frater yang berkebangsaan Belanda, yaitu Fr. Rudolf, CMM dan Fr. Cyprianus, CMM dengan misi PENDIDIKAN . Komunitas Frater CMM di Balige berdiri tanggal 31 Agustus 1950, dengan pelindung St. Perawan Maria dari Fatima.Sebagai komunitas Religius yang mempunyai misi Pendidikan, CMM di Balige pertama sekali mendirikan Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) pada tanggal 01 September 1950, yang diberi nama SMP Katolik Budi Dharma Balige dengan 3 orang tenaga pendidik pertama yaitu Fr. Rudolf, CMM, Fr. Cyprianus, CMM dan seorang bapak yaitu Bp. Ferdinandus Sipahutar.
Tenaga Frater CMM bertambah sehingga pendidikan sebagai misi pun dikembangkan sehingga pada tahun 1953, Frater CMM membuka SGA Katolik St. Franciskus Balige dengan tujuan untuk menampung lulusan dari SMP Budi Dharma. Lulusan SMP Budi Dharma tidak banyak yang melanjutkan pendidikannya ke SGA, maka untuk menampung keadaan frater CMM mendirikan SMA BTB ini, dengan kepala sekolah yang pertama adalah Fr. Albertinus Smith, CMM, seorang ahli ilmu pasti.
Jumlah siswa angkatan pertama yang diterima adalah 29 orang siswa, yang semuanya terdiri dari laki – laki.Guru – guru angkatan pertama sampai tahun 1959 di SMA BTB adalah Fr. Albertinus Smith, merangkap sebagai kepala sekolah, FR. Wolfred Van Berkel, CMM, Fr. Gervasius, CMM, Fr. David Fleerakkers, CMM, Fr. Venardus, CMM, Bp. A. Marodji, Sukabar, Sutarjo, D. Pardede, C. Pasaribu, Pastor G. A Krol OFM Cap., Bp. K. C Saragi, dan Bp. F.X Soejoedono.Siswa pengikut ujian akhir yang pertama terdiri dari 19 orang siswa, dan yang lulus adalah 9 orang siswa.Dalam perjalanan waktu untuk lebih mengefektifkan pengelolaan sekolah katolik, sesuai dengan ketentuan pemerintah maka tanggal 11 November 1957, dibentuk satu yayasan oleh Keuskupan untuk mengayomi beberapa sekolah katolik di Kabupaten Tapanuli Utara saat itu.
Yayasan tersebut diberi nama YAYASAN PERGURUAN KATOLIK ABDI RAKYAT BALIGE, yang berpusat di Balige.Sekolah yang dikelola Yayasan Perguruan Katolik Abdi Rajyat Balige adalah SMA Bintang Timur Balige, SMP Budi Dharma Balige, SD Fransisco Balige, SD St. Paulus Onan Runggu, SMP Bakti Mulia Onan Runggu, SD Bintang Kejora Lintong Nihuta, SMP St. Yoseph Lintong Nihuta, SD St. Maria Pakkat, SMP St. Maria Pakkat, dan SMA St. Maria Pakkat.Dengan adanya kebijakan baru dari pemerintah bahwa semua sekolah lanjutan yang bersifat keguruan ditutup pada tahun 1990. Maka SPG Katolik yang sejak pendiriannya dikenal dengan nama SGA oleh pengurus yayasan dialihkan menjadi SMA yang diberi nama SMA Bintang Timur 2 Balige, dan SMA BTB yang pertama diberi nama SMA Bintang Timur 1 Balige.
Sehingga sempat ada 2 SMA BTBBegitulah selama 12 tahun, 2 SMA Bintang Timur berjalan berdampingan dengan jumlah siswa yang cukup banyak , SMA BTB 1, mengelola 15 ruang kelas, dengan 5 kelas paralel dan ASMA BTB 2 mengelola 9 ruangan kelas dengan 3 jelas paralel ]Semua personil baik Kepala Sekolah maupun guru dan pegawai dari SPGberalih menjadi guru dan pegawai untuk SMA BTB2.Terhitung mulai tanggal 1 Agustus 1998, Keuskupan Agung Medan mengadakan penggabungan yayasan – yayasan Katoli, sehingga yayasan Perguruan Katolik Abdi Rakyat Balige bergabung dengan yayasan dibawah naungan Yayasan St. Yoseph Medan.
Dalam perjalanan selanjutnya, yayasan St. Yoseph membuat kebijakan baru, yakni menggabungkan ke dua SMA BTB, BTB 1 dan BTB 2, yang dimulai dari kelas 1.Pada saat itu, sejak tahun pelajaran 2002/2003, yang menerima siswa baru dengan junlah kelas paralel 8 kelas. Maka pada tahun pelajaran 2004/2005, SMA BTB menamatkan siswa yang pertama setelah bergabung kembali, dan pada tahun itu SMA BTB berjumlah 24 ruang belajar dengan 8 kelas paralel.Mengingat pentingnya, peningkatan mutu maka sekolah memikirkan kembali bagaimana cara yang bias siupayakan untuk peningkatan mutu sejalan dengan tuntutan kurikulum dan bercermin pada sekolah – sekolah lain yang dianggap lebih amju.
Dilihat dari segi kwantitas, SMA BTB cukup tapidari segi kulitas kami sangat menyadari bahwa sudah semakin menurun, maka untuk pembenahan kembali dalam penerimaan siswa baru, yayasan dan unit SMA BTB sepakat untuk mengurangi jumlah siswa yang masuk bukan lagi 8 tetapi 7 kelas paralel, sehingga ruangan kelas yang tersisa bias dipakai untuk pembenahan mutu secara bertahap. Tahun pertama pengurangan jumlah siswa, ruangan yang kosong difungsikan menjadi Lab. Komputer begitu untuk tahun berikutnya selalu dipikirkan untuk mengisi ruangan kelas yang kosong untuk mengisi sarana pendidikan yang dianggap relevan untuk pengembangan mutu.
SMA BTB LOGO
ne adl gerbang SMA BTB.







































Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. "Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku." Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita. "Bermimpikah aku?," gumam petani.
Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut. "Dia mungkin bidadari yang turun dari langit," gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. "Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus! " kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.
Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. "Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !," umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu.
Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir. 
















































































Tidak ada komentar:
Posting Komentar